
“Hello, can you help us, please?” tanya dua orang berjanggut agak panjang di depan saya. Dari penampilannya, mereka pasti berasal dari Timur Tengah. Mereka tampak kebingungan, karena kampus sangat sepi dan banyak jalan terkunci.
“Yes, of course” saya menyahut seraya tersenyum.
Terus terang, saya sebenarnya sedang sedikit kesal, karena sebelum sampai di kampus, saya harus menempuh sekitar 2 jam perjalanan. Hari itu, tanpa saya sadari adalah public holiday. Seluruh masyarakat diberikan libur lebih 1 hari. Karenanya, bus yang biasa saya tumpangi tidak beroperasi. Pantas saja, sejak kemarin, saya mengecek aplikasi jadwal transportasi publik dan tidak menemukan jadwal bus yang biasa saya tumpangi. Tapi tetap saja saya tidak ngeh!
Setelah berganti bus berkali-kali, plus jalan kaki, saya sampai di kampus. Sepi. Saya bergerak menuju ruangan saya di lantai 3 ketika saya bertemu dua orang tadi. Mereka menyebutkan nama seseorang, namun saya tidak mengenalnya. Saya bertanya dimana ruangannya. Ketika mereka berkata di Education Building, saya tersenyum sambil berkata agar mereka tidak usah khawatir. Saya mengajak mereka berjalan ke arah Masjid, kemudian ke ruangan 223, tempat yang mereka cari. Karena, semua akses terkunci otomatis, saya harus menempelkan kartu mahasiswa saya terus menerus di setiap pintu yang terkunci.
“Can you access the building? Can I use my card?” tiba-tiba salah seorang dari mereka bertanya, sambil mengeluarkan kartu mahasiswanya.
“You can try,” saya menyahut, sambil terus berjalan.
Ketika ia menempelkan kartunya di salah satu pintu, ternyata pintu tidak mau membuka. Saya bilang itu karena kartunya tidak diberikan akses. Biasanya hanya staf dan mahasiswa riset yang diberikan ijinnya. Merekapun mengganguk dan berkata kalau mereka bukan salah satu dari yang saya sebutkan tadi. Setelah berputar-putar, naik turun tangga, sampailah kita di depan ruangan 223. Ruangan itu adalah ruangan dosen. Tampaknya mereka harus mengumpulkan sesuatu.
“Isn’t it today a holiday? Why do you have to submit that now?
Mereka menyahut kalau hari itu adalah due date-nya. Saya agak terheran-heran saja. Pengalaman saya mengajar bahasa Indonesia di Humanities and Social Sciences Faculty di Universitas ini tidaklah demikian. Tapi, saya tentu tidak tahu banyak dan tidak berhak tahu. Orang yang berusaha menempelkan kartunya tadi berusaha mengisi sesuatu di formulir yang ia bawa. Tapi ia kemudian menoleh, sambil berkata apakah ia bisa meminjam pulpen kepada saya. Saya, dengan senang hati, membuka tas saya dan memberikan salah satu pulpen saya. Sedikit terheran juga, kenapa mereka tidak membawa pulpen. Setelah selesai, ia mengembalikan pulpen saya.
“OK brother, I think everything is sorted out now. I’d go to my office, then,” saya berkata karena saya melihat mereka tampaknya sudah OK.
Istilah ‘brother’ ini saya dapatkan dari teman-teman saya yang berasal dari Timur Tengah, khususnya ketika saya masuk ke masjid untuk memahami Tuhan dari perspektif berbeda, dan saya selalu gunakan kemudian. Merekapun tersenyum, sambil tak henti mengucapkan terima kasih. Memang, tidak bisa dibayangkan, bagaimana mereka masuk ke ruangan yang dicari dan mengumpulkan yang diminta tersebut hari itu tanpa adanya akses. Saya sendiri hanya berusaha membantu, di sela-sela kesibukan saya. Saya percaya, ketika kita berbuat baik, hal baik akan selalu menghampiri. Kali ini, sebuah kartu menjadi perantaranya. Untung saja, foto di kartu mahasiswa saya tidak terlalu mirip-mirip dengan Mr. Bean di atas 😀
©mhsantosa (2013)
I am happy to share this. Please feel free to reblog or share the link, all with my accreditation. Thank you.