
Malam itu, kami baru saja menyelesaikan sesi presentasi hari kedua. Setelah dua hari penuh – dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore – semua peserta konferensi pemerhati pemanfaatan teknologi di bidang pendidikan dan linguistik (terapan) se-Asia mendapat jamuan makan di Hotel Victory yang berjarak sekitar 10 menit berjalan kaki dari Open University, HCM, tempat diselenggarakannya konferensi ini. Saya sendiri, masih belum presentasi karena jadwalnya malah besoknya, di hari terakhir. Kebiasaan teman-teman ketika presentasi adalah, lebih awal lebih baik, karena sudah nggak mikir lagi, dan bisa jalan-jalan, hehe (tapi ga berlaku semua ya).
Hari sudah gelap ketika peserta bergerak menuju Hotel Victory, tempat makan malam diadakan. Saya bersama beberapa kenalan baru. Ada Phillipe, orang Brasil, tapi bekerja sebagai pembuat program bahasa di Shanghai. Ada Robert, orang Inggris, juga bekerja di Shanghai. Ada Thuy dan Noi, teman baru tuang rumah. Ada Huy, teman dari Hanoi, Vietnam bagian utara. Ada Ania, teman dari Australia yang bekerja di Darwin. Ada Hong, teman dari Hong Kong yang sedang studi di Thailand. Ada Rima dari Riyadh. Ada Fatima, teman dari Malaysia. Ada juga Kim dari Korea yang sedang studi di Inggris dan banyak lagi. Beberapa rombongan kecil berjalan terpisah-pisah di trotoar yang lebar sekali, seukuran jalan roda empat. Teman tuan rumah saya berkali-kali mengingatkan agar berhati-hati ketika SMS atau menelpon. Sebelumnya, saya dengan santainya mengambil iPhone saya dan membaca SMS. Tiba-tiba Thuy, mendorong saya ke bagian dalam trotoar. Ia dengan sedikit tegas bilang agar saya hati-hati. Rupanya banyak copet berkeliaran di kota ini.
Benar saja.
Setelah beberapa menit berjalan, rombongan kami tiba di tempat makan. Perut ini sudah berontak ingin diisi. Harus diakui, makanan Vietnam tidak begitu bertabrakan dengan selera saya, kecuali rasa basil (seperti di makanan Thailand). Banyak teman yang heran kenapa saya tidak suba basil. Saya bilang, karena baunya. Aneh, kata mereka. Di ruangan besar ini, sudah banyak peserta lain duduk di meja bundar besar menunggu giliran. Makanan di seberang kiri tampak melimpah, dan tentu saja enak sekali. Namun, Ho, ketua panitia, yang baru saja menamatkan studi doktoral di Thailand, maju ke mimbar seraya mengumumkan bahwa salah satu peserta kehilangan tasnya baru saja. Teman yang kehilangan tersebut ternyata kawan yang datang dari Riau, Indonesia. Ibu Santi namanya. Saya baru kemarin kenal Bu Santi dan nggak menyangka kalau ia yang tertimpa nasib buruk ini. Padahal ia berjalan di rombongan depan saya sebelumnya dan Ho, ketua panitia, juga ada disana.
Memang malang tidak dapat dihindari kadang-kadang. Kasihan Bu Santi, tasnya berisi HP dan dompet berisi sekian Dong, kamera dan laptop. Hampir semua barang berharga yang dibawa. Meski demikian, untung saja, paspor beliau tidak di dalam tas itu. Katanya, ia sedang asyik ngobrol menuju hotel. Tas ia gantung di bahu kanan. Tiba-tiba saja, seseorang berkelebat dalam gelap, mengambil tasnya dan lari. Tidak banyak yang bisa dilakukan. Meski sudah dilaporkan ke polisi, rasanya sampai sekarang Bu Santi kehilangan barang-barangnya. Iapun, di percapakan kami via email selanjutnya, sudah pasrah.
Copet ternyata salah satu potret buram HCM. Seperti Negara berkembang lainnya di Asia Tenggara, kesejahteraan adalah isu utama penyebab maraknya praktek-praktek kejahatan seperti ini. Contoh paling dekat, tentu saja, Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, jika negara tidak berhasil mensejahterakan rakyatnya karena berbagai isu (seperti korupsi, kesenjangan sosial, preman/penjahat berdasi, termasuk toleransi beragama), masalah-masalah sosial akan bermunculan. Copet adalah salah satunya. Kita tahu, banyak lagi masalah sosial lainnya.

Tapi jangan salah. Ho Chi Minh, menyimpan banyak pesona dan keindahan juga. Saya mengenal Saigon, nama HCM sebelumnya, lewat sebuah band bernama “Saigon Kick” ketika lagu mereka berjudul “Love is on the Way” dan “I Love You” sangat terkenal sekitar tahun 90an. Jadul yach, hehe. Saya takjub dengan preservasi terhadap tempat-tempat bersejarah yang sangat bagus dilakukan. Negara ini mengalami perang berkepanjangan, karenanya banyak tempat berisi sisa-sisa perang. War Museum dan Reunification Palace adalah beberapa diantaranya. Saya terpesona juga oleh Notre Dame Cathedral untuk umat Kristiani yang berdiri kokoh di tengah kota, bersebelahan dengan Central Post Office. Pasar Ben Tanh, juga menyimpan daya tarik tersendiri. Pasar ini mirip dengan pasar seni di Bali, penuh sesak dengan orang-orang yang ingin membeli oleh-oleh kerajinan khas Vietnam. Suasana malam penuh kelap kelip lampu karaoke juga memberi kesan tersendiri bagi saya. Makanannya – baik di emperan atau di hotel – sangat enak. Setidaknya bagi lidah saya, hehe. Di cuaca yang selalu panas dan lembab, keringat akan selalu bercucuran. Karenanya, ketika makan, selalu tersedia tisu basah dingin untuk membasuh muka dan tangan. Menarik! Saya jarang menemukan hal ini di Indonesia yang situasinya hampir sama.
Tulisan ini hanya sedikit rekaman dari kunjungan saya ke HCM, Vietnam sebelumnya. Pengalaman kecopetan teman saya semoga bisa membuat teman-teman pembaca lebih berhati-hati ketika mengunjungi Vietnam. Tentu saja, selain isu copet tadi, tempat ini sangat layak dikunjungi. Yang paling berkesan, ohh tentu saja, ketika menyebrang jalan dengan motor-motor melaju kencang!
©mhsantosa (2013)
I am happy to share this. Please feel free to reblog or share the link, all with my accreditation. Thank you.
Hi Hery, I enjoyed the story (through Google translation he he). I have been the victim of the “kecurian” here at least 3 times. Hic, I don’t know if it’s the same as other crowded cities in the region or not.
By the way, I wonder whay you forget to mention me in the meeting he he he?
Cheers.
Hi Oanh, sorry to know that. I was not that aware before when visiting HCMC. But it sometimes happens in Indonesia, too. Hehe, sorry, the names are ‘fictional’ in a sense. But off course, I remember you, my best friend 😉
Hehehe ternyata copet beredar di mana saja dan parahnya yang kecopetan koq orang Indonesia :D. Satu hal yang pasti kita harus lebih hati2 dan waspada.
Iya, sayang sekali Mbak Yessie. Tapi memang dimana-mana harus hati-hati, apalagi tempat yang belum kita kenal. Thanks for reading 😉