Nyepi. Hari raya ini selalu dinanti umat Hindu. Hari ini adalah hari berkontemplasi, berefleksi dan berencana. Hari ini hari pengendalian diri. Akan api dalam diri, akan kerja, akan kesenangan dan akan keramaian. Putra-putri Brahma belajar mencipta. Putra-putri Wisnu belajar memelihara. Putra-putri Siwa belajar melebur suci. Semua ini hanya puncak siklus dari pikiran, perkataan dan perbuatan baik dan buruk tak bertepi.
***

Saya baru masuk ke bus 246 di pagi hari yang mulai dingin. Musim gugur sudah datang dan daun-daun maple mulai menguning. Bus masih kosong. Setelah touch on kartu myki, saya menuju kursi belakang. Tiba-tiba mata saya tertumbuk pada benda kotak menyala. Ternyata itu sebuah HP Samsung Galaxy! Masih baru tampaknya. Saya tertegun. Saat itu saya hanya sendirian di dalam bus yang stand by ini. Supir bis sedang di luar menunggu jam berangkat. Tidak ada siapa-siapa. Saya putuskan mengambil HP canggih ini dan saya masukkan tas. Saya sudah harus mengejar waktu.
HP itu terus berbunyi. Saat saya mengambil kembali dari tas saya, sudah ada 6 kali panggilan tak terjawab. Tertera nama ‘Ibby’. Saya tidak bisa menerka dari mana jenis nama seperti ini. Sepertinya Jepang. Namun di layar depan ada gambar satu klub sepak bola a la Australia. Namanya footy. Nama klubnya Geelong FC. Saya paham ini olahraga sangat populer di Australia. Namun saya tidak terlalu memahaminya. Saya suka sepakbola bundar, bukan lonjong. Saya suka klub-klub hebat. Tentu saja, salah satunya Barcelona. Kembali ke HP ini, lagi-lagi ia bergetar. Saya bisa bayangkan betapa panik si pemilik. Saya putuskan menjawab. Suara laki-laki muda. Saya katakan saya menemukan HP-nya di bus dan akan saya kembalikan. Jadi jangan khawatir. Namun karena saya masih ada kegiatan lain, saya katakan saya akan bertemu dia di Agora – depan perpustakaan kampus La Trobe – sekitar jam 3 siang. Saya lanjutkan kegiatan saya.
Jam 3 siang HP tersebut sudah bergetar lagi. Saya tahu ini pemiliknya. Karena saya masih sibuk saya katakan belum bisa bertemu. Saya sebenarnya tidak biasa tidak menepati janji. Namun kesibukan ini tidak bisa saya hindari. Karenanya, saya tawarkan untuk bertemu satu jam lagi. Saya yakinkan kembali bahwa saya akan mengembalikan HP-nya. Ia mengatakan akan ada kuliah jam itu namun akan keluar kelas untuk bisa bertemu. Di depan mesin ATM.
Jam 4, saya tergesa berjalan ke Agora. Hari agak berubah cerah. Saya merasa gerah. Setelah sampai, saya menunggu di depan mesin ATM. Saya tidak tahu apa ciri pemilik. Apa kebangsaannya. Kemudian, berdasar feeling saja, saya melihat seorang anak muda, lokal (dari Australia) tampak mencari-cari. Saya langsung hampiri, dan saya tanya. Ternyata ia pemiliknya. Saya langsung berikan, dan ia mengucapkan terima kasih. Sederhana saja. Saya tidak berharap apa-apa. Bagi saya, prinsip menebar kebaikan tidak perlu imbalan.
***

Kisah lain. Suatu malam, sahabat saya dari Saudi Arabia bernama Medo menelpon saya. Ia bercerita tentang perjuangannya saat ini untuk bisa segera maju ujian. Saya paham bagaimana rasanya. Saya sudah melewatinya dan bagian ini sangat unik dan berkesan. Ia meminta bantuan saya untuk mentranskripsi rekaman hasil konsultasinya. Saya katakan silahkan saja kirim dokumen dan file audionya. Diantara semua itu, satu hal menarik yang ia katakan adalah tentang sebuah dompet yang ia temukan dua hari sebelumnya.
Ia berkata bahwa ia menemukan sebuah dompet di pinggir jalan di daerah city. Ia sudah melihat dompet ini sebelumnya dan tidak tertarik untuk mengurusinya. Namun setelah selesai dengan kegiatannya, ia masih melihat dompet itu di jalan. Tak seorang pun yang hirau dan mengambilnya. Ia kemudian putuskan untuk mengambil dompet itu. Ketika ia buka, didalamnya berisi beberapa lembar uang, kartu pengenal dan surat ijin mengemudi. Yang menjadi menarik adalah kalau pemiliknya orang Indonesia. Ia tahu karena ia dekat dengan orang Indonesia dan pernah kesana.
Ia bertanya apakah saya kenal dengan nama ‘Burhan’. Namun nama ‘Burhan’ yang saya kenal ternyata tidak sesuai dengan ciri yang ia gambarkan. Dan teman saya ini orang Malaysia, bukan Indonesia. Ia kemudian mengirim foto SIM pemilik dompet. Saya lihat ia masih muda. Mungkin masih studi Bachelor. Saya katakan kepada Medo saya coba bantu. Keesokan harinya, saya coba bertanya melalui Whatsapp kepada beberapa kawan. Dari kawan-kawan tersebut, ada satu sahabat saya bernama Iip. Saya biasa panggil dengan sebutan Kang Iip, karena ia Sunda. Kang Iip juga rekan seperjuangan saya di komunitas Indonesia Belajar. Bersama-sama, kami bahu membahu membantu perbaikan pendidikan Indonesia dengan berbagai cara, seperti beasiswa, mentoring, video dan cerita inspiratif.
Karena Kang Iip ini berlatar belakang jurnalis, ia pasti punya kawan banyak. Ia saya lihat menyebarkan broadcast saya ke milis komunitas Indonesia di Melbourne. Saya sebenarnya bisa juga namun saat itu saya masih on the go, sehingga tidak cukup handy melakukannya. Saya berencana akan melakukannya ketika sudah pulang di malam hari. Namun, ketika saya masih di tram, sebuah sms masuk, mengatakan bahwa ia adalah Burhan. Saya sungguh senang. Saya langsung sambungkan ke sahabat saya Medo. Mereka kemudian berjanji bertemu dan Medo mengembalikan dompet Burhan. Saya dan Medo tidak kenal Burhan. Medo orang Saudi yang tidak dekat konteksnya dengan seorang Burhan dari Indonesia. Namun saya lihat ketulusan hati dari seorang Medo. Kali ini, saya hanya menjadi perantara kebaikan Medo.
***
Hari Nyepi akan selalu dinanti. Suatu siklus satu tahun Saka, siklus refleksi. Untuk putra-putri garuda menyepi. Menajamkan mata, mengepakkan sayap, mengeraskan suara. Selamat Hari Raya Nyepi sahabat semua, terutama umat sedharma yang merayakan. Semoga rahayu.
©mhsantosa (2014)
I am happy to share this. Please feel free to reblog or share the link, all with my accreditation. Thank you.
3 thoughts on “Menyambut Nyepi, Menebar Kebaikan”