Sudah kali ke sekian saya membantu sekolah Bali Mandara. Mulai dari berbagi ilmu, memberi training ke sahabat guru-guru, memberi semangat, info dan tips belajar dan beasiswa ke adik-adik, membantu via Bali Edukasi, atau sekedar membawa pihak Kedubes Amerika berkegiatan disana. Saya berkomitmen sejak awal memang ingin membantu disini, karena saya ingin adik-adik kurang mampu ini bisa membawa prestasi untuk negeri.
Setiap wawancara mencari sekokah, selalu saya lihat wajah bakti, wajah ceria, wajah cemas. Jadi satu. Semakin ke belakang, semakin banyak pelamarnya. Semakin sulit pula menyeleksinya. Saya paham betul kawan-kawan di sekolah bagaimana kerja kerasnya. Saya hanya bisa menonton sambil kagum melihat kesungguhan mereka. Dedikasi mereka.
Setiap perjalanan seleksi berjalan dengan beberapa tahapan dan ketat. Setiap wawancara wajah-wajah jadi satu tadi tergambar jelas. Dengan bertim berkomposisi pihak internal dan eksternal, proses seleksi dilakukan. Saya sendiri penggembira. Bertanya yang ringan agar adik-adik tidak terlalu tegang. Yang selalu tak bisa dihindari pemandangannya adalah tangisan. Kemiskinan ternyata masih banyak. Hidup tak mudah terpapar langsung dari wajah-wajah keras penuh tempaan kehidupan ini.
Kehidupan tak sesempurna Instagram langsung ada begitu mereka memasuki ruangan. Tangisan tak bisa dihindarkan ketika mereka begitu gigihnya bertahan akan sebuah kesempatan. Satu kesempatan dalam hidupnya yang kelak mungkin mampu mengubah nasibnya dan bahkan ibunya yang ditinggal bapaknya entah karena sakit, kawin lagi, dipenjara. Atau sebaliknya. Atau tanpa ortu. Atau merubah perjalanan setiap pagi mereka sepanjang 2-5 kilometer sambil berjualan daun pisang yang hanya berharga 15 ribu 7 ikat.
Peragaan dan demo menari, silat, dan hal lain juga biasa. Sekecil itu, mereka berjuang unik. Hanya untuk satu kesempatan. Hanya untuk bisa bersekolah, menjadi satu dari 100 atau 150 yang terpilih dari ribuan awalnya dan sekitar 300 yang terseleksi bootcamp. Hanya untuk merubah nasib. Agar hari-harinya tidak lagi berpikir makan nasi atau tidak hari ini karena itu sesuatu yang jarang. Atau harus kerja nyari rumput tidak. Atau apa harus berjalan kaki jauh.
Saya menatap jendela. Kesempurnaan wajah-wajah banyak rupa di Instagram dan media sosial lainnya berkelebatan. Maafkan saya dik, saya sudah terlalu sombong.
Foto adalah ilustrasi: Seorang calon peserta wawancara memperagakan silat sebagai bakatnya. Tidak ada tujuan yang bersifat persuasif dari tulisan ini dalam rangka proses seleksi.
@mhsantosa
Circle me @ +Made Hery Santosa
©mhsantosa (2018)
I am happy to share this. Please feel free to reblog or share the link, all with my accreditation. Thank you.