Saya sedang sarapan ketika ada notifikasi di WA saya menanyakan tentang kesediaan saya menjadi penguji tamu untuk ujian calon doktor di Universitas Negeri Malang. Saya jujur sedikit kaget, karena merasa belum layak. Yang saya tahu, professor lah yang paling cocok menguji calon doktor. Dari segi kepantasan akademik, sepertinya demikian. Namun Pak Arfan menegaskan bahwa nama saya memang telah direkomendasikan oleh salah satu Profesor di UM untuk menjadi penguji tamu. Dua orang calon doktor sekaligus. Pak Arfan dan Pak Annur.
Kesibukan semester ini sangatlah padat. Jauh lebih padat dari sebelum-sebelumnya. Meski demikian, saya mencoba belajar untuk hal ini. Banyak hal-hal baru, seperti sistem, tata cara, teknis dan non teknis bisa saya lihat, termasuk ‘adat istiadat’ yang memang harus disesuaikan hehe…. Namun satu hal yang pasti, hal-hal terkait akademis selalu sama dimana saja. Ia berlaku universal. Momen-momen saya dulu menyiapkan ujian, menulis, dan segala tetek bengeknya seperti berkelebat kembali. Apalagi, beliau berdua yang akan saya uji menyampaikan banyak hal-hal yang menurut saya berat-berat situasinya. Saya tidak bisa membayangkan jika saya ada di posisi beliau berdua. Namun, satu hal yang saya yakini, semua ini perlu proses dan saya belajar juga dari persiapan beliau-beliau ini.
Proses ujian S3 di Indonesia berbeda dengan Australia. Di La Trobe dulu saya benar-benar berdarah-darah untuk menghasilkan kualitas tulisan yang berterima, karena tidak ada proses presentasi atau defense. Sehingga kualitas tulisan akademik yang mumpuni memang tidak bisa dihindarkan lagi. Hal ini berat namun bermanfaat sekali, setidak bagi saya. Menjadi terbiasa dan terlatih untuk menulis akademik yang baik, pola pikir, urutan pikir, dan seterusnya menjadi dibiasakan sesuai peruntukkannya. Proses ujian S3 di Indonesia seperti di Amerika, ada ujiannya. Tentu semua sama, persiapannya, penulisannya, merunut alur pikirnya. Itu hanya teknis semata karena tentu tujuan dari sebuah proses akademik seperti ini adalah pencarian jawaban atas masalah-masalah di dunia ini.
Saya masuk ke ruangan, dan mendapat tempat duduk nomor 6. Ada 6 atau 7 penguji, terdiri dari 3 pembimbing dan tiga penguji. Dua penguji dari internal dan 1 dari luar. Ini sistem di UM. Melihat semua penguji yang semuanya guru besar yang bernama besar, saya merasa satu-satunya yang culun hehe… Tapi menarik, saya menjadi belajar. Semua tepat waktu. Di awal, semua penguji ditanyai apakah disertasi calon doktor layak atau tidak. Jika semua menyatakan layak, ujian baru akan dimulai. Presentasi mahasiswa dibatasi hanya maksimal 15 menit. Dan kemudian satu-persatu penguji mendapat giliran bertanya atau memberi saran sebanyak maksimal 15 menit. Saya sudah membaca disertasi yang dikirimkan via email sebelumnya dan semua feedback saya beri menggunakan ‘review’ system.
Setelah semua ini berjalan, semua penguji menyampaikan saran dan nilainya. Semua nilai dijadikan satu dan calon doktor dipanggil untuk mendengarkan hasilnya. Bisa membawa keluarga. Momen paling mengharukan tentu adalah ketika keputusan lulus sudah dibacakan dan doktor baru diminta menyampaikan sesuatu. Haru, tangis, dan bahagia semuanya jadi satu. Beliau-beliau ini adalah pejuang tangguh. Namun sisi manusia mereka lembut. Saya mengucapkan selamat dan semoga ilmunya dapat bermanfaat bagi orang banyak. Pengalaman ini, seperti Ketua dewan Penguji sampaikan ke saya, adalah bukan yang pertama dan terakhir. Terima kasih, saya sudah belajar banyak.
@mhsantosa
Circle me @ +Made Hery Santosa
©mhsantosa (2018)
I am happy to share this. Please feel free to reblog or share the link, all with my accreditation. Thank you.