Problem sampah termasuk prilaku manusianya saya rasa sudah cukup akut di lingkungan sehari-hari. Ada anak SD yang sedang dibonceng ibunya, dengan santainya membuang plastik es sisa minumannya ke pinggir jalan dari motor yang sedang melaju. Ada anak kecil yang tiap hari sibuk mengais sampah. Ada sampah bekas susu instan di kebun binatang yang kami kunjungi waktu lalu. Padahal tempat sampah ada sangat dekat disampingnya. Ada botol plastik tiba-tiba keluar terlempar dari kaca mobil mewah. Sebelah kanan lagi. Tidak ia pikirkan botol itu bisa berbahaya jika mengenai orang di belakangnya.

Usaha Edukasi
Contoh diatas sering terjadi karena tak ada edukasi memadai. Ditambah prilaku manusianya, sampah bisa jadi masalah banyak orang. Orang yang punya embel-embel titel atau jabatan sekalipun tak luput dari prilaku buang sembarangan ini. Kurang usaha edukasi.

Sanksi Sosial
Saya ingat cerita kawan baru saya bernama Peter. Kami berdiskusi tentang profesionalisme orang Bali. Di salah satu bagian, ia menyebutkan kalau dulu di Australia, sampah juga jadi masalah. Namun seiiring waktu, pemerintah mulai memberi edukasi. Ditambah adanya semacam ‘sanksi’ sosial. Jika orang suka buang sampah sembarangan, ia disamakan dengan binatang, misalnya babi. Si babi sih tidak salah, namun prilaku yang mirip itu dijadikan acuan.

Diri Sendiri
Kembali, jika demikian semua harus dimulai dari skala kecil. Dari diri sendiri. Misal, ambil sampah kotak susu instan tadi dan buang ke tempat sampah. Jika ada anak, ajarkan sejak dini. Jika orang lain anggap itu baik, ia akan mengikutinya.

@mhsantosa (2014)