Belajar Menguji Calon Ph.D.

Penulis: Made Hery Santosa

Suatu hari, saya menerima email dari seseorang yang saya kenal dari nama dan kualitas karyanya, meski saya belum pernah bertemu langsung. Beliau intinya salah satu teladan saya. Isinya mengagetkan. Beliau menyampaikan undangan untuk saya menjadi external examiner calon Ph.D. di fakultas beliau.

Saya tentu kaget, takut, sekaligus ingin tahu. Sebelum ini, saya ada beberapa pengalaman menumbuhkan menguji Doktor juga di Universitas di Indonesia. Itupun pertama kali menerimanya dengan bertanya balik, “Apa ga salah pesan ini?” Hihihi… Ga mungkin lah rasanya. Saya merasa masih sangat harus belajar banyak, apalagi level menguji di S3. Ini juga sama berlaku ketika saya diminta menjadi Pembimbing di Liverpool sebelumnya. Tanpa bermaksud apa-apa, ini penting rasanya diceritakan, untuk refleksi belajar sepanjang hayat, paling tidak untuk saya pribadi. Yaa, anggap salah satu refleksi akhir tahun hehe…

Kembali ke permintaan dari WSU, saya sempat sangat ragu menerima ini. Selain sadar diri, pekerjaan di masa pandemi saat ini sudah sangat lumayan. Saya sadar juga, membaca Ph.D. thesis ini memerlukan komitmen, apalagi dengan pihak lain. Ini profesionalisme, sesuatu yang saya peroleh dari banyak perspektif di beberapa tempat di penjuru dunia. Ia bukan hanya tentang rewards seperti imbalan – sesuatu yang sering dipandang salah kaprah oleh beberapa – namun, sejatinya lebih tentang etos kerja, komitmen, fairness, dan integritas.

Ini juga mirip ketika saya diminta menjalani pengalaman-pengalaman yang lain dari yang tidak biasa saya lakukan, seperti menjadi reviewer di jurnal reputasi Q1 misalnya, menjadi Editor dari sebuah jurnal dengan impact factor tinggi, menguji calon doktor di Indonesia pertama kali tadi, atau bahkan sesuatu yang sederhana, seperti ganti lampu hihi … Anyway, saya tanya beberapa kolega terutama yang sudah berpengalaman dan secara umum menyampaikan agar saya mengambil tawaran ini. Dengan memberanikan diri, saya balas email beliau di dalam waktu deadline yang diberikan. Secara pribadi, karena saya tamat dari sistem pendidikan di Australia juga, saya mengalami perjalanan ini dan sekaligus ingin tahu bagaimana rasanya mendapat pengalaman dari sudut pandang yang berbeda.

Setelah saya menyatakan setuju, mulailah perjalanan berkomitmen ini. Saya cukup paham etos kerja dan profesionalisme di Australia secara umum. Mereka kemudian dengan baik melanjutkan proses ujian ini. Pihak Graduate Research kemudian mengambil alih proses dan menghubungi saya, memberikan informasi tentang mekanisme, form yang harus dibaca dan diisi dan kapan harus memberikan hasil. Waktunya lebih pendek dibanding ketika saya dulu harus menunggu hasil tesis saya. Saya konfirmasi langsung semuanya via email sambil mulai mengatur waktu.

Tesis yang dikirimkan ternyata cukup tebal, 300an halaman. Normal sih untuk ukuran Ph.D. hehe.. Di sela-sela kesibukan semuanya, saya mencicil membaca dan memberikan review pada masing-masing poin. Seperti review manuskrip, setiap ada poin masukan, saya biasanya membuat dokumen terpisah untuk semua masukan yang bisa saya temukan dan berikan, secara detil lengkap sampai section apa, halaman berapa, paragraf berapa, dan baris ke berapa, selain track changes yang diberikan di dokumen langsung.

Karena diberi waktu hanya 2 bulan sejak konfirmasi, setiap luang, saya coba dedikasikan waktu untuk membaca. Tesis ini detil, dan komprehensif. Dan seperti biasa, ketika membaca naskah-naskah terbaru seperti ini, baik dari tesis, disertasi, atau manuskrip, saya merasa ada pembelajaran baru. Selalu. Ini penting. Sehingga bisa membantu tahu apa perkembangan terkini terkait topik di bidang keilmuan. Saya kembali seperti diingatkan masa-masa perjuangan menulis dulu sampai ada hasil dokumen ratusan halaman ini. Prosesnya panjang, bukan hanya tentang gelar dan keilmuan, tapi hidup. Ada hal besar lain yang tumbuh yang mengiringi proses belajar ini. Tesis ini saya bisa bilang cukup ideal, semua prinsip riset digunakan pada metode yang dipilih, semua aspek dikerjakan, dan argumen terbangun baik. Sekali lagi, saya belajar banyak. Kurang dari waktu yang diberikan, saya sudah bisa menyelesaikan review dan mengirimkan kembali, meski pihak WSU memberi kesempatan jika saya perlu waktu. Saat ini, saya menunggu respon dari si calon doktor, yang berasal dari negeri tetangga di Asia Tenggara.

Pengalaman ini penting bagi saya, sehingga perlu dituliskan biar tidak lupa haha.. Ketika membaca dokumen ilmiah level ini, saya belajar banyak, mendapat hal dan cara baru di mana saya cari kemudian untuk pahami atau dalami. Saya yakin, penulis tesis ini juga belajar banyak dari prosesnya untuk ke depannya bisa menjadi peneliti sesungguhnya, jika memang demikian jalan yang dipilih. Saya selalu ingat pesan Margaret, ibu akademis saya dulu, “Harry, Ph.D. ini hanyalah langkah awal berlatih menjadi peneliti, jangan jadikan ia sebuah Magnum Opus yang berhenti. Setelah ini, lanjutkanlah, belajarlah terus, berkontribusi positif, apapun cara yang dipilih.”

Catatan: Sekali lagi, tulisan ini bukan untuk apa-apa, hanya untuk pengalaman reflektif dan kontemplasi mendalam bagi saya pribadi agar selalu belajar sepanjang hayat ☺🙏

Makasi sudah baca ya! 😁💐

@mhsantosa (2021)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s