
Kerumunan anak-anak usia sekolah langsung menyerbu teman-teman dan saya ketika kami baru sampai di parkiran panti asuhan ini. Mereka mencium tangan kami menunjukkan rasa bakti mereka kepada kami. Anak-anak dewasa lainnya adalah mahasiswa yang sedang melakukan kegiatan bakti sosial. Baksos ini dilakukan serangkaian ulang tahun Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dimana saya bekerja saat ini. Mereka juga menyalami kami semua. Kami dikenalkan ke Bapak Ketut Sutisna, pengelola panti asuhan Destawan ini. Kamipun kemudian menuju sebuah balai di depan pura untuk sedikit acara pembukaan. Pada hari yang sama di pagi hari sebelumnya, saya mengikuti pembukaan kegiatan lainnya dari mahasiswa. Acara ini tentang lomba debat tingkat SMA atau sederajat se-Bali. Lomba ini termasuk bergengsi karena beberapa tahun belakangan ini lomba debat menjadi trend bahkan di tingkat nasional secara reguler dilombakan dan pemenangnya mendapatkan penghargaan bergengsi.
Sampai di balai depan pura, kami semua mengambil posisi duduk. Anak-anak panti asuhan duduk disebelah kiri kami. Ada total 35 anak di panti ini namun menurut Bapak Ketut, ada yang pulang sehingga tidak semua hadir. Ada banyak cerita dari anak-anak ini. Ada yang tidak mampu kedua orangtuanya, ada yang ditinggal, ada yang tidak punya orang tua dan macam-macam lainnya. Pak Ketut sendiri dalam sambutannya menuturkan bagaimana perjuangannya membangun panti ini. Mulai dari cemoohan masyarakat, tuduhan, tidak ada modal dan lahan, anak-anak yang tidak bisa diatur, penolakan permohonan dana oleh orang kaya dan pemerintah dan lainnya. Namun semuanya hilang hanya karena satu hal: panggilan hati. Ia menyampaikan bahwa ia pernah ditolak ketika memohon bantuan dari seorang pengusaha kaya dengan alasan bahwa ia sudah menyumbang bahkan milyaran ke pura (tempat suci). Menurut Pak Ketut, kita (orang Bali khususnya) terlalu memikirkan ke atas saja, ke Tuhan. Namun melupakan sekelilingnya; sesamanya. Ini pesan penting menurut saya yang harus dipegang.
Dalam acara ini, secara simbolis saya diminta memberikan satu kotak sumbangan ke Bapak Ketut selaku pengelola. Ada para dosen dan mahasiswa yang terlibat dalam aksi sosial ini. Sumbangan ini diperoleh dari seluruh pihak yang terpanggil hatinya untuk berbuat sesuatu dengan apa yang dimilikinya. Seluruh sumbangan dikelola oleh panitia kegiatan agar bisa diberikan kepada adik-adik di panti asuhan nantinya. Bakti sosial kali ini agak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Adik-adik mahasiswa memutuskan untuk menginap karenanya acara dimulai sore hari hingga besok sorenya. Tujuannya untuk lebih banyak memberikan kontribusi. Beragam kegiatan telah dirancang, mulai dari bimbingan belajar, api unggun outbound dan lain-lain.
Hari sudah semakin gelap. Bukan karena malam, namun karena mendung semakin tebal. Hujan sudah turun rintik-rintik sejak tadi. Setelah berfoto untuk dokumentasi, teman-teman dan saya meninggalkan mahasiswa panitia kegiatan untuk melakukan bakti sosial di panti asuhan Destawan ini. Perjalanan berangkat dan kembali memakan waktu 1.5 jam. Cukup jauh juga, namun kami melihat suasana pedesaan dan sawah disepanjang perjalanan. Ya, rasanya perlu juga keluar dari kantor, anggap saja refreshing dari kepenatan pekerjaan. Kami pesankan agar adik-adik mahasiswa bisa melaksanakan rencananya dengan baik dan semoga acara bisa berlangsung lancar. Kami juga minta agar adik-adik di panti asuhan mau mengikuti kegiatan dengan sebaik-baiknya. Malam hari, saya berpikir. Hujan terus menerus turun. Saya berharap adik-adik mahasiswa bisa melaksanakan kegiatannya meski hujan. Dan benar saja, api unggun terpaksa diurungkan karena cuaca tidak mendukung. Namun, bukan berarti ini mengurangi kualitas kegiatan bakti sosial kali ini.
Esoknya, saya diminta menutup dua kegiatan yang hampir berbarengan selesainya. Kawan saya di Jurusan ternyata semuanya full dengan tanggung jawabnya masing-masing. Demikian juga rekan dosen lain, ternyata tak banyak yang bersedia dan meluangkan waktu. Sehingga saya putuskan untuk melakukan keduanya. Ini tentang tanggung jawab. Sayapun bersiap dan menuju panti asuhan. Saya harus menempuh 45 menit menuju kesana. Hari masih mendung. Saya kembali menyusuri jalanan dengan sawah di kanan-kiri, perkebunan dan perumahan. Lokasi panti asuhan Destawan ini sedikit tricky. Setelah jalan besar, saya harus masuk lagi ke gang tanah. Tidak hanya itu, kemudian melewati jalanan beton dipinggir sawah kemudian menanjak dan sampailah di rumah anak-anak panti asuhan ini.
Namun naas, Pak Ketut yang menyambut saya bilang bahwa ban kendaraan saya bocor. Yang sebelah kiri belakang. Waduh! Saya mulai mikir. Disini cukup jauh dari jalan besar. Pak Ketut sendiri tidak punya alat yang cukup, sama seperti saya. Untunglah ada Wisnu, salah satu mahasiswa – panitia kegiatan ini. Ia kemudian mengajukan diri untuk membantu. Satu anak panti asuhan diminta Pak Ketut untuk mengantar kakaknya ke salah satu bengkel terdekat. Sementara itu, saya langsung menuju tempat acara untuk memantau acara Bakti Sosial, sekaligus menutup acara nantinya. Di tempat sama ketika membuka kegiatan ini kemarin, saya melihat anak-anak Panti Destawan masih riang, sehabis acara outbond yang dibimbing kakak-kakaknya. Ada yang masih berbincang, ada yang berdiskusi kegiatan tadi, ada yang membantu kakaknya menyiapkan acara, ada yang diam juga. Saya sapa beberapa, menanyakan bagaimana kabar dan kegiatan sebelumnya. Jujur, hati saya selalu tersentuh dan selalu merasa terpanggil membantu situasi seperti ini.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak, baik itu Pak Ketut dan adik-adik di Panti Destawan maupun adik-adik mahasiswa yang sudah suka rela melakukan kegiatan Bakti Sosial kali ini. Diperlukan visi dan terutama hati untuk mau bergelut dengan adik-adik Panti. Diperlukan mental baja untuk terus bertahan bekerja tanpa pamrih. Diperlukan kemampuan ekstra untuk maju terus. Seperti saya sampaikan, ini adalah tentang panggilan hati. Adik-adik yang terlibat di panitia kegiatan ini pastilah orang-orang yang memiliki hati tersebut. selalu tersentuh dan terpanggil untuk membantu sebisanya. Saya akan kembali, segera.
Circle me @ +Made Hery Santosa
©mhsantosa (2015)
I am happy to share this. Please feel free to reblog or share the link, all with my accreditation. Thank you.