
“Nanti jemput Rachela di airport ya Papa,” suara mungil putri saya di ujung telepon sana terdengar sumringah.
Beberapa hari belakangan ini, Rachela senang berbincang dengan saya. Sungguh menakjubkan rasanya. Ia masih bayi ketika kami harus berpisah di musim semi sekitar dua tahun lalu. Dan sekarang ia sudah jauh berbeda. Sudah besar. Rachela lahir di penghujung musim dingin di Royal Women’s Hospital, Parkville tiga tahun lalu. Namun, karena harus berkonsentrasi pada studi saya, kami kemudian memutuskan untuk berpisah sementara. Meski tak mudah, saya dan istri saya, Manik berusaha menjalani hal ini dengan tegar. Di saat saya harus belajar melakukan riset dalam perjalanan menjadi seorang doktor, Manik mengabdikan dirinya membesarkan Rachela dengan nilai-nilai kehidupan. Bagi saya, ini pengorbanan agung yang nyata, diiringi kebesaran hati.
Saya tetap sempat bertemu dengan keluarga ketika ada kesempatan, seperti pengambilan data atau presentasi paper. Saya cenderung memilih lokasi Asia Tenggara karena selain tak perlu visa, saya bisa terbang ke Bali sebentar untuk menjenguk keluarga. Teknologi sudah tentu sangat membantu. Kamipun memanfaatkannya.
Perjalanan akademis ini tentu tidak mudah. Momen-momen tertentu bisa sangat mempengaruhi. Misal, ketika saya diberitahu Rachela sakit. Sebagai manusia tak sempurna, saya juga bisa sedih akan hal ini. Demikian juga sebaliknya jika ia sedang senang, sayapun ikut senang. Tentu yang paling penting dari hal ini adalah, bagaimana saya belajar untuk tetap positif, optimis dan maju. Banyak kegiatan positif, organisasi atau networking dengan like-minded people saya lakukan. Teman peneliti sering bercanda kepada saya, “Tenang, kamu akan punya dua gelar nanti!” Maksudnya tentu satu gelar doktor dan satu lagi gelar sebagai ayah. Kata-kata itu bisa jadi penyemangat saya di kala rindu anak dan istri. Sayapun selalu tersenyum hangat dan menjadi bersemangat kembali.
***
Hari ini, saya sudah bersiap di pintu kedatangan. Seikat bunga saya beli di salah satu toko kembang di airport untuk menyambut kedatangan mereka. Sebenarnya, mereka sudah harus sampai kemarin, namun karena ada masalah dengan pesawat yang akan ditumpangi, penerbangan ditunda sampai satu hari! Ini tidak biasa, tapi semua penumpang diberikan penginapan hotel bintang lima dan pelayanan yang cukup baik.
Saya kemudian harus menunggu sekitar 30 menit sebelum akhirnya saya melihat senyum bahagia putri kecil saya. Kami bertemu terakhir setahun lalu ketika saya selesai presentasi di Open University, Ho Chi Minh, Vietnam. Dan sekarang, saya menyambut mereka dengan pelukan. Rachela tampak senang sekali. Ia tak henti bercerita bagaimana pengalamannya kali ini.
“Sepelti ke Singapul,” katanya.
Masih cadel. Ia rupanya ingat waktu ia dan mamanya berkunjung ke negeri maju di Asia Tenggara itu atas undangan sahabat istri saya. Fantastis rasanya mengetahui ia bisa dengan cermat mengingat hal itu.
Suara-suara banyak bersahutan. Di sebelah kami, satu pria muda sedang memeluk erat seraya mencium hangat seorang wanita. Mungkin kekasihnya. Suara-suara tetap bersahutan. Yang paling penting, kami akhirnya bisa berkumpul kembali. Ini seperti hadiah Natal oleh Santa yang datang di salah satu momentum yang tepat.
Circle me @ +Made Hery Santosa
©mhsantosa (2014)
I am happy to share this. Please feel free to reblog or share the link, all with my accreditation. Thank you.
Wah senangnya akhirnya ketemu keluarga ya Bli. Eh tp ini cerita yg lalu atau barusan?
Thanks Mb Indri. Ini sudah yang lalu, baru ditulis biar ga lupa :))
Asyiknya bisa berkumpul bersama keluarga terkasih :). Have a great weekend
Thanks Mbak, it’s been a while. Have a fabulous day too 🙂