
Prolog
Ketut* baru saja pulang dari sekolah. Ia langsung menuju kamarnya dan merebahkan diri. Lelah rasanya hari ini… Dengan mata menatap langit-langit, pikirannya kembali menerawang ke potongan-potongan kenangan zenith dan nadirnya.
Hari ini rapotan. Saat pembagian rapot tadi pagi, ia tidak cukup berani untuk mengambil rapotnya ketika namanya dipanggil. Ia merasa tidak cukup baik kali ini. Cukup lama ia menunggu namanya dipanggil Sesuai dengan abjad, namanya (bukan nama Bali, Ketut) berawalan huruf “S” memang berada di sekitar urutan 30an keatas.
“Ketut Suputra**,” ibu guru memanggil namanya.
Ia dengan pelan menuju meja Ibu guru. Ibu guru Made Manis namanya yang memang menurut Ketut memiliki wajah semanis namanya. Bu Manis tersenyum manis dan menyambutnya dengan jabatan tangan erat.
“Selamat Ketut! Kamu juara kelas!” kata Bu Manis dengan gembira.
Kini, Ketut dengan mantap maju menyambut erat tangan Bu Manis.
“Terima kasih banyak, Bu.”
“Apa ada yang Ketut sampaikan?” tanya Bu Manis.
“Ada, Bu.”
Ketut menuju bagian tengah depan kelas. Ia dengan mantap berkata.
“Ini untukmu, Desak. Tersenyumlah, selalu.”
***
Ketut baru saja pulang dari sawah setelah membantu pamannya membajak sawah. Pamannya, suami dari adik ibunya, bekerja pada Pak Bos, demikian dipanggilnya, yang berada di Jakarta. Ketut diajak tinggal dengan paman dan bibinya karena mereka tidak punya anak. Ketut sudah tinggal dengan mereka sejak kecil. Ketut tahu, mereka banyak membantunya. Untuk itu, ia selalu berusaha membantu sebisanya di sela-sela kegiatannya di sekolah. Sampai-sampai untuk urusan pacaran ia tidak sempat karena ia tidak enak, meski ada satu hati yang ia damba.
Gadis cantik itu selalu tersenyum ramah padanya ketika ia berpapasan. Meski mereka satu kelas, ia termasuk jarang berbicara dengannya. Selain karena ia pemalu, gadis itu selalu dengan teman-temannya. Desak nama gadis itu. Kulitnya halus dan bersih. Rambutnya panjang dan hitam. Matanya bulat berbinar cerah. Alisnya tebal beriring. Tidak termasuk yang ‘wah’ tetapi bersahaja. Desak ia kenal baru awal semester ini ketika ia pindah dari sekolah di Sulawesi. Ia lahir disana mengingat ayahnya memutuskan bertransmigrasi kesana. Setelah tamat SMP, keluarganya memutuskan pindah ke Bali dan di kelas inilah Ketut bertemu dengan Desak.
Ketut sangat menyukai Desak, meski hanya sebatas mengagumi saja. Senyumnya selalu terbayang di mata. Namun, ia tahu, ia hanya bisa mengagumi mahluk bersahaja ini saja. Setiap hari sekolah, selalu ia sempatkan merekam segala hal mengenai Desak dalam otaknya dan ia rajin menuliskannya di buku harian. Desak yang tersenyum hari ini, Desak yang baik hari lalu, Desak yang ceria minggu lalu, Desak yang tertawa lepas bulan lalu, serta Desak yang begini begitu di setiap momen hidup Ketut.
Namun, akhir-akhir ini ia jarang melihat Desak lagi. Ia bertanya-tanya, apakah yang terjadi padanya. Ketua kelas bilang, ketika ditanya oleh Bu Manis, bahwa Desak sakit. Ketut ingin tahu lebih banyak lagi. Sakit apa? Dimana? Bagaimana? Namun jawaban yang ia terima tidak terlalu jelas. Hingga pada saat mengumpulkan tugas akhirpun, ia tidak mendapati Desak ada.
“Ia di Rumah Sakit sekarang,” kata Yie, teman dekatnya.
Ketut hanya bisa berdoa, semua teman-temannya berdoa.
Ketutpun kembali ke kesibukannya. Banyak sekali tugas-tugas menjelang akhir semester ini. Dirumah, ia tetap membantu pamannya di sawah. Sampai suatu malam, ia mendapat berita bahwa Desak yang ia rindukan itu telah tiada. Ginjal, begitu pesan singkat itu diterimanya.
Hati Ketut bagai bebatuan runtuh. Bagai kaca pecah. Berkeping-keping. Tiada lagi Desak yang tersenyum manis. Tiada lagi Desak yang tertawa lepas.
*Ketut adalah nama Bali untuk anak nomor empat.
**Su berarti baik, Putra berarti putra (atau putri; anak).
***Ilustrasi diambil dari laman E-learning penulis
Thank you, Sir! i believe Desak is smiling right now from heaven :’)
We wish all good things for her…
Selamat jalan Mbk Sak De, terlalu banyak kenangan yang tercipta sejak masa2 SMP… Dan itu akan pernah mati di dalam hati.. Tersenyumlah..
Sy percaya itu selalu memberi arti.
Beristirahatlah Desak, tak akan ada seorangpun yang akan mengganggu tidurmu, dan aku akan selalu mendoakan dirimu agar engkau mendapat tempat yg layak disana.
All wishes should be upon her peace. RIP