Konjen Indonesia, Melbourne, September 2012
Saya sedang bengong di depan komputer saya di ruangan kantor Room 3.17, Education Building; kantor yang diberikan ke saya sebagai PhD student. Didalamnya saya sharing dengan beberapa kawan PhD. Ada Penkhae dari Thailand, ada Riam dan Nini dari Malaysia, ada Benson, Sung, dan Rose dari Vietnam. Disini saya juga belajar keberagaman, bagaimana suatu negara memperhatikan warganya, dan persaudaraan. Tidak hanya dalam ruangan ini, tapi dengan ruangan-ruangan mahasiswa riset di sebelah-sebelah kantor saya. Kursor masih kedip-kedip manja ke saya ketika satu pesan masuk ke inbox saya. Ada yang namanya Christina mengirim pesan. Saya tau, ia mahasiswa saya di Singaraja, Bali. Tapi saya lupa, apa pernah mengajar atau tidak. Namanya sudah pikun hehe.. saya ingat, angkatannya masih semester 1 ketika saya sudah harus berangkat studi ke negeri kangguru ini.
Saya buka pesannya. Ternyata menarik. Christina sedang ada di Melbourne! Saya takjub. Kok bisa. Maksud saya, sedang apa, studi, short course, atau liburan. Saya kemudian tau ia sedang liburan. Ini hebat hehe…
Karena hari raya Kuningan sudah dekat, saya sampaikan agar bertemu saja di Konjen, sekalian bertemu dengan orang-orang Bali dan Indonesianis lainnya. Di Melbourne, hari raya Galungan dan Kuningan akan diperingati pada saat Kuningan karena ia selalu jatuh pada hari Sabtu, sehingga banyak umat Hindu Bali yang bisa datang. Meski di Bali yang cenderung awal besar dirayakan adalah Galungan, namun karena ia jatuh setiap hari Rabu setiap 210 hari (6 bulan kalender bali; 1 bulan = 35 hari), umat Hindu di Melbourne akan ramai berkumpul sambil bersembahyang di hari raya Kuningan.
Sayapun sangat menantikan Kuningan. Tinggal di negeri orang dalam waktu lama, pasti ada namanya kangen saudara. Kesempatan ini sangat membantu. Tentu saja, yang ga boleh dilewatkan adalah bisa santap makanan Bali. Kangen sambil sembahyang sudah membantu sekali. Kalau jomblo, bisalah coba-coba ketemu anak keturunan yang tampangnya Bule tapi berbahasa Bali hehe…
Akhirnya, sesuai janji, saya memberi alamat Konjen kepada Christina. Dengan sistem transportasi yang bagus, semuanya sangat mudah. Memang, negara yang sudah maju itu cenderung memikirkan hal-hal seperti ini dengan lebih baik. Singkat cerita, saya bertemu dengan Christina. Ia yang matanya berbinar ketika menceritakan mimpinya ke luar negeri. Ada perjalanan panjang yang menginspirasinya. Ayah Christina salah satunya.
Workshop Pejuang Beasiswa Bali, Juli 2014
Saya pulang ke Indonesia April 2014. Beberapa kawan saya kunjungi dan saya juga menghubungi beberapa teman lama. Kawan-kawan lama ini sering kemudian mengenalkan dengan teman-teman baru. Akhirnya, semakin banyak teman sempat bertemu dan memberi pengalaman dalam perjalanan ini. Diawali dengan keinginan berbagi beasiswa luar negeri, Puspa mencoba membantu dengan wadah dan kawan-kawannya. Beberapa kali workshop, mentoring, meet and greet, dan kegiatan membantu kawan-kawan muda untuk mencapai mimpinya dilakukan.
Banyak kawan, seperti Donnie, Gus Adi, Irma, Dek Maja, Sita, Heprin, Ari Zun, Ari, Pegok, Gus Hendra, Iin, Yande, Laksmi, Jeje, Pande, Soma, Isma, pihak Primakara, IALF, pihak Akber Bali, pihak LPDP Bali, LPDP, pihak InLine, dan banyak lagi nama atau wadah yang saya tidak bisa sebutkan satu-persatu. Tentu, ada cerita sukses, ada yang belum berhasil, ada yang punya prioritas lain, dan seterusnya. Sejatinya, perjalanan mencari beasiswa bisa dikatakan perjalanan menempa diri akan tujuan. Dalam perjalanan, ia akan memberi pembelajaran bagi pengelananya. Namun, khusus untuk pejuang beasiswa, hanya pejuang sejatilah yang tangguh mendaki akan mampu menikmati indahnya puncak. Tentu, ia tidak boleh berpuas diri, karena ini bukan akhir segalanya.
Kembali ke Christina, saya liat ia duduk di antara anak-anak muda yang antusias ikut kegiatan pejuang beasiswa. Senang melihatnya kembali. Setelah beberapa tahun bertemu di Melbourne sebelumnya.
Selanjutnya, saya melihat ia aktif di Little Circle Foundation Chapter Kabupaten Negara, Bali. Ini langkah penting dan patut diapresiasi. Saya semakin yakin, ia akan berhasil. Selain menjadi pengajar di salah satu sekolah bagus di Denpasar, bidangnya kebetulan sama dengan saya, jadi cukup mudah memberi masukan untuk rencana penelitiannya.
Warung Makan, Denpasar, November 2015
Saya sedang ada agenda di Denpasar. Seingat saya, mengajar di Pasca. Jadi, kampus saya selain pusatnya di Singaraja, ada juga bangunan berisi kelas-kelas di Denpasar. Saya berusaha tawarkan kepada siapa saja yang mau bertemu sambil sharing rencana lamaran beasiswa atau penelitiannya. Bersama Irwan, Christina datang. Mengasyikkan ngobrol santai tapi sambil membahas rencana-rencana. Irwan yang saat itu sudah sedang S2 di Udayana berbagi tentang penelitiannya pada area Linguistik. Christina pada area pendidikan. Saya merasa kegiatan ini membantu saya juga belajar banyak hal baru.
Timeline Sosmed, Agustus 2017
Saya langsung mengangguk bangga ketika satu foto masuk ke timeline sosmed saya. Foto Christina sedang memegang piagam penerima beasiswa Chevening ke Inggris. Leeds University tujuannya. Saya tau, ini buah dari usaha dan kerja kerasnya. Hanya pejuang sejati beasiswa yang berani gagal dan berani sukses. Jika saat tertentu belum berhasil, itu hanya tentang tempaan menjadi pejuang yang kita pilih. Berbarengan juga saat yang sama, ada Made Soma yang berangkat ke Inggris dengan Chevening. Kali lain semoga saya bisa bercerita tentangnya. Saya bahagia Christina bergabung dengan kawan-kawannya untuk membuka wawasan. Saya ucapkan selamat sambil berdoa ia berani mengepakkan sayapnya tanpa lupa mengakar ke bumi 🙂
*Foto: Bersama Christina merayakan Kuningan di Konjen Melbourne
Circle me @ +Made Hery Santosa
©mhsantosa (2018)
I am happy to share this. Please feel free to reblog or share the link, all with my accreditation. Thank you.