Dari Pulau Dewata, inilah Mata Najwa, #melihatindonesia!
Mbak Najwa membuka topik acara kali ini diiringi suara membahana seluruh peserta.
Sudah lama saya mengikuti Mbak Najwa Shihab, termasuk acaranya saat ini yang terbilang tajam: Mata Najwa. Banyak topiknya dan hasil wawancaranya bisa menguliti narasumber. Katakanlah saat mewawancarai Rhoma Irama atau Angel Lelga. Ada juga tayangan yang inspiratif, membangun optimisme, seperti wawancara dengan Bapak Habibie, Jokowi, Ahok, Anies Baswedan, dan seterusnya. Ia tak berpihak, namun kualitas jurnalismenya mumpuni. Kualitas narasumber ia mampu buka gamblang. Opini diserahkan pada penikmat acara.
Kali ini, saya berada di Aula kampus Udayana, Denpasar. Mbak Najwa sedang membawakan acara Mata Najwa on Stage. Tamu yang diundang cukup menjanjikan. Ada Mas Anies Baswedan, Bapak Bambang Widjojanto dari KPK, Bli Jerinx dari band Superman is Dead (SID), Sudjiwo Tejo rajanya Republik #Jancukers, Bang Farhan dan Bapak Saifullah Yusuf.
Sebelumnya saya melihat undangannya di @matanajwa, yang langsung saya balas. Ada beberapa kegiatan – Stand Up Comedy, Pelatihan Jurnalistik – namun saya hanya memilih acara Mata Najwa yang merupakan kegiatan terakhir dari rangkaian itu. Untuk amannya, saya segera registrasi untuk mendapatkan tiket. Saya harus menempuh perjalanan sekitar 2.5 jam dari Singaraja, Bali Utara menuju kampus Udayana di bukit Jimbaran. Lokasinya di Bali Selatan, dekat GWK. Di Denpasar, saya bertemu adik saya yang memiliki tujuan sama. Ia sudah membantu registrasi ulang sehari sebelumnya. Kami kemudian membelah jalanan Denpasar yang padat.
Lalu lintas cukup semrawut di mata saya. Cuaca juga lumayan panas. Namun saya tidak begitu merasakannya karena dikalahkan oleh semangat saya menatap mata salah satu inspirasi penyala bagi diri saya, Mas Anies; menatap mata pahlawan kritik sosial, Bli Jerinx; menatap mata raja Republik #Jancuk, Mbah Tejo, menatap mata pahlawan pemberantas koruptor, Pak Bambang, menatap mata presenter kocak, Bang Farhan; menatap mata tokoh muda berpengalaman, Pak Saefullah Yusuf. Dan tentu saja, menatap langsung Mata Najwa.
Setelah acara yang bersifat fun, Mbak Najwa mengundang Bli Jerinx SID. Diiringi tepukan riuh penonton, ia keluar dengan pakaian Bali yang khas. Khusus menyoroti isu-isu lingkungan, ia bercerita tentang aktivitas sosial dan usaha mengajak kawan-kawan muda mahasiswa agar lebih kritis terhadap isu sosial yang bersinggungan langsung dengan masyarakat. Karena ia harus ke Surabaya, ia pamit duluan.
Selanjutnya, Mbak Najwa mengundang narasumber lainnya. Satu-persatu, mereka berjalan dari belakang menuju panggung. Masing-masing ditanyai mengenai hal yang disenangi dengan apa yang dikerjakan saat ini. Kemudian, baru satu-persatu isu-isu diberikan untuk ditanggapi.
Pak Bambang tampak sangat berapi-api menjelaskan korupsi di Indonesia dan pentingnya tes integritas bagi calon pengampu kebijakan. Ia mencontohkan, seorang pejabat harus mampu menjelaskan asal-usul kekayaannya. Jika ia bersih, tentu tak akan ada beban. Meski usul tersebut bagus, saya tetap melihat celah di peraturan perundangan Indonesia yang belum mampu menjerat pelaku koruptor dengan hukuman seberat-beratnya. Semua pihak hendaknya memberikan dorongan terus untuk legislatif yang membuat peraturan perundangan ini untuk menghasilkan produk hukum yang adil dan mengikat.
Mbah Tejo, dengan gaya khasnya, mengkritik fenomena sosial negeri. Seperti dalam bukunya yang berjudul Republik #Jancukers, ia membahas isu-isu aktual yang sedang atau sempat booming di Indonesia. Kemudian dengan ke’edan’annya coba dibandingkan dengan yang terjadi di Republik #Jancukers. Misal, asap rokok yang ‘ngeles’ menjauhi perokok pasif karena di negeri yang ia idamkan ini, ilmuwan sudah menemukan obat oles anti rokok. Atau tidak adanya kerusuhan setelah pertandingan sepakbola di Republik #Jancukers karena panitia sudah menyiapkan prasmanan sehabis pertandingan. Lucu dan ‘edan’ ya!
Yang menarik dari Pak Saifullah Yusuf adalah ketika ia menunjukkan gambar tentang #melihatindonesia. Ia menggambar dua gunung kembar, lengkap dengan sawah dan mataharinya! Baru saja saya membaca tulisan mengenai hal ini terkait kualitas pendidikan Indonesia. Dalam tulisan tersebut, hasil penelitian menemukan bahwa sebagian besar orang Indonesia – anak-anak atau dewasa – menggambar gunung kembar ketika disuruh menggambar. Ini menunjukkan bahwa konteks Indonesia yang merupakan negara geografis mempengaruhi, juga menunjukkan tingkat kreatifitas seseorang. Dalam kaitannya dengan pendidikan dan tuntutan ekonomi global, hal ini tidak termasuk kecakapan abad 21. Meski demikian, Pak Saifullah Yusuf tetap mampu menjelaskan bahwa ini yang ia inginkan dari republik saat ini; negara yang adil dan makmur.
Bang Farhan, karena berlatar belakang presenter di dunia hiburan, cukup banyak mengumbar senyum dan jokes. Sebagai salah satu pengurus bola Indonesia, ia yakin bahwa sepakbola bisa digunakan sebagai alat pemersatu bangsa. Karakter penonton yang suka kerusuhan disebabkan fanatisme dan kecurangan harus bisa diredam kecintaan yang lebih besar dengan bangsa agar sepakbola bisa lebih maju. Di sepanjang acara, ia, dengan gaya ngocolnya yang selalu khas, cukuplah menghibur penonton; diselingi sahutan-sahutan Mbah Tejo yang ‘edan’ tadi.
Para narasumber saling bersahutan, melengkapi, menanyakan diiringi selingan humor yang membuat penonton terlarut dalam dialog mencerahkan. Waktu yang lama sampai tak terasa. Mas Anies sendiri seperti yang biasa saya lihat sebelumnya cukup tenang dan runut dalam penyampaian ide dan responnya. Ada dua kata kunci yang ia tekankan untuk mencapai Indonesia lebih baik, yaitu orang-orang di Indonesia harus sehat dan terdidik. Saya lihat dengan baik betul bagaimana ia bertutur dan menyikapi isu-isu yang ada. Saya memang sudah mengagumi tokoh muda ini sejak lama, sejak di Melbourne bahkan. Baru saja saya selesai membaca buku biografinya yang berjudul “Melunasi Janji Kemerdekaan.” Sangat kentara bagaimana ia digambarkan oleh penulis sebagai sosok penyala dan inovatif.
Tulisan lain tentang Tenun Kebangsaan adalah pemikiran briliannya tentang bagaimana Indonesia – yang sangat beragam ini – harus dirajut justru dengan warna-warninya agar menjadi sebuah kain yang tertenun kuat. Gerakan Indonesia Mengajar juga saya kagumi sebagai cara terobosan; baru. Sebagai orang muda, saya percaya kita harus menonjolkan kebaruan ini. Sayang sekali, saya tak mendapat kesempatan bertanya karena membludaknya calon penanya yang riuh mengacungkan jari. Meski Mas Anies sudah sedang menunjukkan karya konkrit dari ide-ide diatas, sebenarnya saya ingin secara spesifik lagi mengetahui aksi konkritnya jika ia terpilih masuk sistem, misal menjadi Menteri (ini berkaitan dengan desas-desus pilpres, dan berbagi diskusi teman-teman dan saya ketika studi PhD di Melbourne sebelumnya mengenai segala aspek bangsa, termasuk politik).
Peserta memang sangat membludak. Acara sangatlah riuh. Sehingga, meski saya ingin bertanya langsung, saya tidak begitu beruntung mendapat kesempatan. Saya tweet langsung Mas Anies untuk bertemu, namun saya hanya mampu melihatnya dari jarak 2 meter dikerubuti oleh anak-anak yang rata-rata mahasiswa untuk berfoto. Saya lihat, khususnya Mas Anies, telah menjadi idola baru. Dan ini patut disyukuri sebagai cara untuk mendorong orang baik berbuat sesuatu untuk memperbaiki negeri. Berbagai ide dan gagasan tertebar saat ini. Namun saya sepakat bahwa setelah acara ini, benih-benih inspirasi yang disemai oleh narasumber akan mampu tumbuh di sebagian peserta yang rata-rata anak muda ini. Seperti Pak Bambang tegaskan, semua perubahan di negeri ini mulai Kebangkitan, Proklamasi sampai Reformasi dilakukan oleh pemuda. Para pemudalah kunci perubahan.
P.S. Acara akan tayang Rabu, 11 Juni 2014. Tulisan diatas murni interpretasi penulis. Jika ada masukan, silahkan hubungi mhsantosa@hotmail.com. Terima kasih.
Circle me @ +Made Hery Santosa
©mhsantosa (2014)
I am happy to share this. Please feel free to reblog or share the link, all with my accreditation. Thank you.
Terima kasih telah menulis laporan yg lengkap De Hery. Keren!
Sama-sama Bli. Tetap maju. Salam keren juga 😂